Tubuh yang Dibentuk AI: Kekerasan Tanpa Sentuhan, Trauma yang Nyata

16HAKTP

Shabila Dini Aprilia

12/16/20252 min read

a close up of a keyboard with a blue button
a close up of a keyboard with a blue button

Bayangin gini…

Kamu punya foto biasa aja, lagi senyum, lagi nongkrong, atau selfie iseng. Eh tiba-tiba wajah kamu ditempel ke tubuh orang lain di video porno, terus disebar tanpa sepengetahuanmu? Sampai orang lain bisa percaya kalau itu beneran kamu. Padahal kamu nggak pernah melakukan itu sama sekali.

Nah, itu yang disebut Deepfake Pornografi.

Dan yang paling serem, ini bisa dipakai buat mempermalukan, mengancam, atau mengontrol seseorang, khususnya perempuan. Makanya, ini termasuk Kekerasan Berbasis Gender Online.

Kasus deepfake di Indonesia dan ciri-cirinya

Tau nggak, Komnas Perempuan bilang kalau penyalahgunaan AI, kayak deepfake, sekarang jadi salah satu bentuk KBGO yang paling sering dilaporkan.

Ciri-cirinya gampang dikenali:
  • Foto/video diedit tanpa izin

  • Tiba-tiba muncul di konten “18+”

  • Pelaku sering anonim dan suka mengancam

Buat korban? Bisa bikin takut, cemas, bahkan trauma.

Ini bukan bercandaan, ini kejahatan.

Industri Deepfake & Kekerasan Seksual

Sekitar tahun 2017, ada orang iseng di Reddit menempel wajah seseorang ke video porno pakai AI. Awalnya dianggap iseng, tapi hasilnya terlihat nyata banget. Lama-lama, praktik ini jadi “industri gelap”: foto atau video asli seseorang (kebanyakan perempuan) diedit tanpa izin dan disebar buat mempermalukan atau menakut-nakuti korban. Sekarang, mayoritas deepfake adalah pornografi tanpa persetujuan, dan bisa menimpa siapa saja. Serem, kan?

Siapa yang bisa menjadi pelaku dan korban?

Di Indonesia korban kekerasan seksual dan pornografi online sebagian besar adalah perempuan muda. Tahun 2025, tercatat 3.662 korban, dan lebih dari setengahnya mahasiswa. Bahkan di 2024, dari 321 korban pornografi, 92 % perempuan. Banyak yang aktif di medsos, tiba-tiba fotonya muncul di konten seksual yang nggak pernah mereka lakukan. Pelakunya bisa siapa saja: mantan, kenalan, atau orang asing yang menyalahgunakan teknologi.

Mengapa bisa terjadi?

Sekarang teknologi makin gampang diakses, tapi sayangnya empati masih minim dan literasi digital rendah. Ditambah lagi, budaya menyalahkan perempuan dan patriarki bikin pelaku merasa “biasa aja” melakukan deepfake atau kekerasan digital.

Apa Dampak Deepfake Pornografi terhadap korban?

Banyak dari mereka mengalami luka psikologis serius: stres, kecemasan, mungkin depresi. Bahkan trauma itu bisa nge‑ganggu keseharian, membuat korban merasa nggak aman lagi. Lebih parahnya lagi, kadang efeknya membuat korban sulit dipercaya, padahal mereka yang jadi korban, karena banyak orang percaya konten palsu itu nyata. Itu bisa merusak reputasi, relasi sosial, sampai membuat korban dijauhi atau dilecehkan balik.

Bagaimana cara mencegahnya?

Kalau mau aman, batasi siapa yang bisa akses fotomu, atau kasih watermark kalau perlu. Kalau sampai jadi korban, simpan bukti seperti screenshot dan langsung lapor ke platform, aparat, atau layanan bantuan. Dan jangan ikut‑ikutan menyebarkan konten yang mengeksploitasi tubuh orang lain, itu bikin korban tambah menderita.

Kita semua punya hak untuk merasa aman, bahkan di ruang digital. Yuk, jadi generasi dengan empati dalam setiap langkah kita. Stop Kekerasan Digital! Korban nggak salah. Yang salah adalah pelaku!