Toleransi: Sebuah Kata yang Sederhana, Namun Jarang Terlaksana.
Febby Permata Oktavia
9/12/20211 min read


Toleransi adaah kata yang sangat sederhana dan seringkali kita dengar dan jumpai di berbagai kampanye sosial. Kalian masih ingat tidak, Gens? Sewaktu duduk di bangku sekolah dulu kita sudah mempelajari tentang toleransi di pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN)? Pelajaran ini mengajarkan kita betapa pentingnya menghargai sesama, dan menumbuhkan rasa toleransi yang merupakan sikap adil, objektif, dan sikap yang tidak sekedar menghargai saja, melainkan sikap menerima, saling merangkul, dan bekerja sama di dalam suatu lingkungan walaupun terdapat perbedaan. Salah satunya adalah perbedaan dalam memeluk kepercayaan.
Namun, hingga saat ini kenyataannya masih banyak masyarakat diluar sana yang belum mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam berwarga negara khususnya dalam memeluk keyakinan. Salah satu komunitas masyarakat rentan dan termarginalkan dalam cerita ini adalah Penghayat Kepercayaan.
Berdasarkan data yang dilansir pada tahun 2019 oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia sendiri memiliki kurang lebih 190 organisasi penghayat kepercayaan pusat, 1000 organisasi cabang, dan 3,14 persen populasi masyarakat Indonesia adalah penghayat kepercayaan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.[1]
Kali ini, Genpin berkesempatan untuk ngobrol langsung bersama Nanda Shelly Susanti, seorang perempuan yang saat ini aktif mengikuti program peningkatan kapasitas Youth Empowerment Spaces (YES) oleh Generasi PINTAR dan merupakan bagian dari Komunitas Penghayat Kepercayaan Budi Daya, yaitu organisasi bagi penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Jawa Barat.
Sekilas Pengetahuan tentang Komunitas Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Budi Daya.
