Panggil Kami Tiga Perempuan Pendekar

RANGKAI INSPIRASI

Kemala Azmi Kayana

5/6/20256 min read

“Rasa sedih dan bahagia telah kita rasakan bersama, seakan saling berbagi apa yang dunia berikan kepada kita.”

Melalui cerita ini, saya ingin menceritakan tentang sosok tiga perempuan yang secara tidak sengaja bertemu satu sama lain dan menjalin hubungan persahabatan yang memiliki arti penting dalam hidup mereka tanpa mereka sadari. Ketiga perempuan tersebut sampai saat ini tidak pernah terpisah walaupun banyaknya fase kehidupan yang memberikan keraguan dalam perjalanan persahabatan mereka.

Mereka semua memiliki kesamaan dalam hidup yang membuat mereka saling terikat satu sama lain. Saya ingin menyebut mereka sebagai soulmate, belahan jiwa yang tidak selalu tentang romansa antara lelaki dan perempuan, tapi bisa juga belahan jiwa yang didapat melalui persahabatan dengan kasih sayang yang sepenuhnya platonic.

Inilah cerita kami, Tiga Perempuan Pendekar, sebuah kisah persahabatan yang memberikan gemercik harapan bahwa hidup ini layak untuk dijalani.

Mereka adalah Alda, Jasmine, dan saya sendiri, Kemala. Kita bertemu saat masih duduk di SMP kelas 9. Persahabatan kita berawal dari ujian sekolah yang mengharuskan kita untuk bekerja sama sebagai kelompok.

Hampir 1 dekade kita berteman, tidak ada pemikiran yang tergesit di kepalaku untuk memiliki teman yang lebih baik dari mereka, karena mereka adalah yang terbaik.
Alda dan Jasmine menjadi sosok yang sangat berarti dalam hidup saya—orang yang mampu memberikan arti apa itu pertemanan yang sesungguhnya. Kasih sayang dan pentingnya untuk saling memahami menjadi dasar pertemanan kita.

Tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam pertemanan antara perempuan, cinta akan menjadi dasar atas segala hubungan. Romansa muda yang selalu dilihat sebagai hal yang dicari oleh perempuan—kencan malam, setangkai bunga mawar merah, atau kecupan indah di kening.
Tapi, saya teringat monolog tokoh Jo dalam Little Women, bahwa perempuan tidak hanya bisa disandingkan dalam perkara cinta saja ketika pikiran, jiwa, hati, ambisi yang diulas didalam kecantikan mereka adalah apa yang membuat mereka perempuan.

Rasa persaudaraan terhadap sesama perempuan adalah hal yang saya junjung tinggi. Kami bertiga telah melewati berbagai fase kehidupan bersama, melewati naik turunnya tangga kehidupan yang mendorong kita ke dalam jurang yang dalam. Hidup bagi kami bukanlah sesuatu yang mudah. Dan dari situ, saya merasa bahwa dunia mempertemukan kita karena beberapa alasan.

Walaupun, ada waktu dimana kita tidak akan bertemu bahkan dua bulan hingga enam bulan tidak bisa bertemu, kita akan selalu memberikan waktu untuk berbincang atau sekadar mengucapkan selamat tahun baru di setiap dinginnya bulan November dan Desember. Tidak adanya tuntutan akan timbal balik untuk membuktikan rasa kepedulian kita, rasa sayang itu masih tetap sama setelah bertahun-tahun bersama.

Jasmine, berteman lebih dulu dengan Alda sebelum kita dekat. Kedekatan saya dengan Jasmine bisa dibilang terlambat, karena saya mulai memahami Jasmine sebagai siapa dia seutuhnya itu saat kita menjalani studi Sarjana kita.

Tak disangka bahwa saya dan Jasmine juga memiliki banyak kesamaan, dari hobi kita yang suka bernyanyi dan menulis puisi, sajak, dan berbagai macam cerita, apalagi keahlian Jasmine dalam menulis sesuatu tentang romansa dan cinta—seperti kekasih sejati yang bersembunyi di balik kata-katanya.

Pertemanan kita semakin erat saat kita tinggal di tempat kos yang sama dekat kampus B Universitas Airlangga yang mengharuskan kita untuk bergantung satu sama lain sementara waktu.

Jasmine, berteman lebih dulu dengan Alda sebelum kita dekat. Kedekatan saya dengan Jasmine bisa dibilang terlambat, karena saya mulai memahami Jasmine sebagai siapa dia seutuhnya itu saat kita menjalani studi Sarjana kita.

Tak disangka bahwa saya dan Jasmine juga memiliki banyak kesamaan, dari hobi kita yang suka bernyanyi dan menulis puisi, sajak, dan berbagai macam cerita, apalagi keahlian Jasmine dalam menulis sesuatu tentang romansa dan cinta—seperti kekasih sejati yang bersembunyi di balik kata-katanya.

Pertemanan kita semakin erat saat kita tinggal di tempat kos yang sama dekat kampus B Universitas Airlangga yang mengharuskan kita untuk bergantung satu sama lain sementara waktu.

Seperti yang selalu dia jelaskan, bahwa semua hal yang terjadi akan membawa arti yang lebih dari apa yang kita lihat dan rasakan. Semua yang ada di kehidupan ini membawakan sesuatu yang butuh kita pahami—sesuatu yang gagal memberikan kita pelajaran seiring berjalannya waktu.

Jasmine selalu mengejutkan saya dengan betapa besarnya cinta yang dapat terlihat dalam diri satu orang saja. Jasmine selalu memberikan cahaya yang ada pada dirinya kepada orang lain, saat dirinya sangat membutuhkan hal yang sama.

Jasmine sekarang sedang mengejar misi nya untuk menjadi seorang penerjemah, berusaha keras untuk menerima skenario-skenario yang dunia lemparkan kepadanya. Saya berharap, apapun yang Jasmine impikan akan selalu terwujud.

Sosok perempuan lainnya adalah Alda. Cerita saya dengan Alda memiliki sentuhan komedi di mana kesan pertama kita satu sama lain itu cukup lucu. Alda pernah bercerita bahwa dia tidak terlalu suka dengan saya, sedangkan saya mengenal dia karena pipinya yang chubby. Bisa dibilang, saya selalu mencari rasa familiaritas yang saya rasakan kepada Alda pada saat SMP dulu, seperti mencari sosok yang pernah kenal padahal belum bertukar nama.

Kegiatan Alda sangatlah beda dalam kesehariannya jika dibandingkan dengan kegiatan saya yang berputar pada itu-itu saja. Alda membuka dirinya untuk bertemu berbagai orang baru dan dengan mudah membuka diri kepada orang lain dengan riang. Dia selalu bercerita tentang orang-orang yang dia jumpai dengan jumlah yang tidak sedikit. Tiada hari yang sepi berkat cerita Alda di dalam pertemanan kita bertiga.

Jika dibandingkan, Alda adalah sosok yang memiliki kebesaran hati yang lebih besar dari saya dan Jasmine. Sosok yang selalu memaafkan dan mampu menerima segala kesalahan. Sedikit naif bagi saya yang membuat perdebatan antara pemahaman kita terhadap berbagai macam manusia selalu bentrok.

Mungkin karena diawal pertemanan kita, saya dan Alda selalu bertengkar bahkan jika alasan adanya perdebatan itu hanya karena kesalahpahaman kecil atau perbedaan pendapat. Keras kepalanya saya dengan Alda mampu membuat kita saling memahami satu sama lain lebih dari orang-orang terdekat saya bahkan keluarga saya sendiri.

Alda memberikan pelajaran penting kepada saya untuk selalu terbuka akan hal baru dan menerimanya sepenuh hati tanpa adanya kecurigaan bahwa semuanya akan membawa hal buruk. Alda selalu membuka dirinya—membawa kebaikan kepada orang lain dengan menerima bahwa semua orang melalui hal-hal yang sama kerasnya seperti kita—perjuangan hidup mereka yang tidak terlihat, semua itu mampu menumbuhkan rasa empati yang besar terhadap sesama dengan memberikan tempat untuk mereka bersandar.

Alda mengajarkan saya untuk selalu jujur dengan perasaannya sendiri tanpa tergoyahkan oleh siapapun, keras kepalanya membuat Alda menjadi sosok perempuan yang lebih kuat dari yang dia percayai terhadap dirinya sendiri. Seakan-akan kehadirannya dalam hidup saya memberikan arti bahwa kita tidak akan pernah sendirian di hidup ini.

Tidak hanya itu, Alda selalu menjadi sosok yang inspiratif di dalam hidup saya apalagi saya selalu melihat dia sebagai sosok yang sangat kreatif dengan apa yang dia lakukan. Melalui hobinya menggambar sketsa atau sesuatu yang abstrak, atau memainkan beberapa instrumen musik seperti gitar, bass, dan ukulele. Saya selalu berharap bahwa Alda mampu meyakini dan percaya bahwa dia memiliki talenta yang tidak terbatas akan hanya kepintaran saja.

Masih banyak cerita yang ingin saya ceritakan, namun nampaknya sulit untuk merangkum 9 tahun perjalanan persahabatan kita. Saya hanya bisa memberikan apresiasi yang tiada habisnya kepada mereka berdua karena sudah menjadi sosok penting dalam hidup saya.

Kami baru saja menyelesaikan Sarjana bersama. Dari memulai kehidupan kuliah bersama, di universitas yang sama, jurusan yang sama, sampai pada titik penyelesaian yang sama telah kita lalui dengan selalu memberikan dukungan dan bantuan kepada satu sama lain.

Jasmine dan Alda tidak hanya sebagai teman saja dimata saya, mereka sudah saya anggap sebagai keluarga saya, bagian dari saya yang akan selalu saya banggakan kepada orang lain. Mereka memberikan saya nilai-nilai yang penting, membantu saya untuk tumbuh menjadi orang yang lebih baik, dan mendorong saya untuk terus mengejar mimpi saya.

Bagi saya, perjalanan hidup saya yang berdampingan bersama mereka itulah yang selalu akan saya rindukan sampai saya tua nanti.

Perjalanan tiga sosok perempuan dalam menghadapi berbagai badai yang terus membuat kita merasa bahwa sebagai perempuan kita tidak akan memiliki kehidupan sendiri yang bisa kita bangun—meskipun pada kenyataannya, itu semua hanya prasangka-prasangka saja.

Saya, Alda, dan Jasmine telah berusaha keras dan masih menjalani proses menuju kehidupan yang kita impikan. Rasa sedih dan bahagia telah kita rasakan bersama, seakan saling berbagi apa yang dunia berikan kepada kita.

Mereka telah merubah saya menjadi pribadi yang tidak pernah saya tahu ada di diri saya, kepedulian yang tinggi, terbuka akan hal baru, mengerti cara berkomunikasi dengan sesama yang sehat, dan tidak selalu berkecil hati terhadap diri sendiri karena mereka selalu memberikan apresiasi sebanyak mungkin untuk saya.

Tentu, waktu kami sangat terbatas di kehidupan ini dan saya juga tidak tahu selama apa hubungan kami akan terjaga. Kita juga belum mempunyai karir yang tinggi dan patut untuk dipandang. Namun apapun itu, saya akan selalu mengharapkan yang terbaik untuk masa depan yang akan datang. Terima kasih telah hadir di kehidupan saya.