Kekerasan Terhadap Perempuan: Mengapa Terjadi dan Bagaimana Mencegahnya?

16HAKTP

Efratha Maranatha Suchi

12/16/20252 min read

a group of people putting their hands together
a group of people putting their hands together

Hai, kamu tau ga si, kalau data kekerasan di Indonesia masih tergolong tinggi. Komnas Perempuan mencatat 330.097 kasus terjadi sepanjang tahun 2025. Dan lebih parahnya banyak dari kasus itu dialami mereka yang seusia kita, mulai dari remaja usia 13 sampai 25 tahun. Angka ini nunjukin bahwa kekerasan bukan sesuatu yang jauh, tapi kerap kali justru terjadi disekitar kita tanpa kita sadari.

Apa itu kekerasan?

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan yang menyebabkan penderitaan fisik, psikis, seksual, ekonomi, atau digital. Kekerasan terhadap perempuan tidak harus selalu berupa pukulan. Bentuknya bisa muncul dalam kontrol yang berlebihan, ocehan yang kerap merendahkan, catcalling yang sering dianggap normal, hingga pelecehan dan juga ancaman. Kekerasan bisa membuat perempuan hidup dengan rasa takut. Ini masalah serius karena dampaknya nyata baik itu secara fisik, psikis, ekonomi, sampai digital.

Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus kekerasan terus muncul setiap tahun, baik di ranah personal maupun publik. Tanda-tandanya antara lain adanya kontrol terhadap aktivitas korban, intimidasi, merendahkan harga diri, hingga tindakan yang membahayakan keselamatan.

Siapa yang bisa menjadi pelaku dan korban?

Siapa pun bisa menjadi pelaku maupun korban. Percaya gak, kalau ada 79% pelaku kekerasan seksual ternyata adalah orang yang relasinya dekat dengan korban? Ada pacar, teman sekolah, kerabat hingga tetangga. Karena itu korban bisa berasal dari perempuan usia berapapun dengan latar apapun.

Mengapa kekerasan bisa terjadi?

Banyak banget hal yang mendorong kekerasan seksual akhirnya terjadi, salah satunya ya karena lingkungan kita masih belum sepenuhnya aman untuk perempuan dengan seringkali menormalisasi tindakan yang merendahkan perempuan.

Ketimpangan kuasa kerap kali membuat suara korban tidak didengar. Ketika korban melapor, mereka sering disalahkan atau ditanya hal yang tidak relevan. Belum lagi tekanan ekonomi dan ketergantungan emosional yang membuat semakin sulitnya korban untuk keluar dari situasi itu tanpa dukungan memadai..

Bagaimana cara mencegahnya?

Hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan berempati dan membangun komunikasi yang sehat bagi korban. Dengarkan cerita korban tanpa perlu menghakimi dan bantu korban menemukan ruang aman.

Kedua, edukasi diri dan bantu sebarkan ke sekitar tentang pentingnya edukasi dalam kekerasan seksual, jangan sebarkan komentar negatif di media sosial, sehingga tercipta kondisi lingkungan digital yang lebih aman dan sehat.

Ketiga, masyarakat harus lebih berani bersuara ketika melihat tanda kekerasan, bantu korban untuk menemukan ruang aman terhadap perilaku kekerasan dan mendapatkan dukungan profesional.

Setiap orang memiliki peran. Mari ciptakan ruang aman bagi perempuan dengan lebih peduli, empati, dan berani bertindak. Perubahan dimulai dari kesadaran bersama.